detik9 – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh atau akrab disapa Nduk Nik, turut prihatin mendengar kabar tragis bahwa seorang bayi dikubur hidup-hidup oleh orang tuanya di Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Kejadian yang memilukan ini, menurutnya, adalah bukti nyata kompleksitas persoalan sosial di pedesaan yang tidak hanya menyangkut kemiskinan, tetapi juga persoalan mental, psikologis, dan lemahnya sistem pendampingan keluarga.
Ia menilai, alasan orang tua tega mengubur bayinya karena “malu memiliki anak banyak” menunjukkan betapa masih kuatnya tekanan sosial dan minimnya pemahaman masyarakat terhadap pengasuhan, nilai kehidupan, dan pentingnya perencanaan keluarga.
“Pemerintah daerah tidak boleh menutup mata melihat fakta memilukan seperti ini. Ini bukan sekadar masalah hukum, tapi juga pendidikan parenting, pendekatan psikologis, dukungan keluarga, dan penguatan nilai di komunitas pedesaan,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (08/11/2025).
Nduk Nik menilai peristiwa ini sebagai alarm bagi pemerintah untuk memperkuat sosialisasi dan edukasi program Keluarga Berencana (KB) hingga ke pelosok desa. Ia berujar, lemahnya pengetahuan masyarakat mengenai manfaat KB sering kali berujung pada tekanan sosial, ketimpangan ekonomi, hingga gangguan psikologis dalam keluarga.
“KB bukan hanya soal menunda kehamilan, tapi juga tentang bagaimana keluarga mampu merencanakan masa depan anak-anaknya dengan sehat, bahagia, dan berdaya,” tegasnya.
Sebagai bentuk keprihatinan, Nduk Nik langsung memerintahkan tim Nihayah Center mengirimkan bantuan sekaligus pendampingan psikologis dan pelatihan parenting dasar kepada keluarga korban. Menurutnya, keluarga tersebut tergolong kurang mampu dan sangat membutuhkan dukungan moral maupun sosial.
“Kami berharap kejadian serupa tidak lagi terulang, dan masyarakat di desa memiliki pemahaman serta keberanian untuk mencari bantuan bila menghadapi tekanan,” ujar Nduk Nik.
Selain itu, Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa itu juga meminta Pemda dan instansi terkait seperti dinas sosial, dinas kesehatan, dan lembaga keagamaan untuk memperkuat sistem deteksi dini terhadap potensi kasus serupa.
Di sisi lain, ia menyatakan bila kasus seperti ini hanya dipandang sebatas perkara kriminal tanpa menggali akar sosial-psikologisnya, maka potensi terulangnya peristiwa serupa akan tetap besar.
“Saya berharap peristiwa tragis di Banyuwangi menjadi momentum bagi pemerintah untuk meninjau kembali pola pembinaan dan pendampingan keluarga di tingkat pedesaan, termasuk memperluas akses terhadap layanan KB dan konseling keluarga,” pungkasnya.
Sebelumnya, seorang ibu bernama Solehak (33), warga Dusun Krajan, Desa Alasbulu, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, diduga mengubur bayinya hidup-hidup. Saat ini, Solehak telah menjalani pemeriksaan polisi dan telah ditetapkan menjadi tersangka.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Solehak diduga mengubur bayinya setelah melahirkan secara mandiri di rumah dengan bantuan sang suami, Mukhlis (42). Bayi malang tersebut dibungkus menggunakan keset, lalu dikubur di lubang sedalam sekitar 15 sentimeter dan ditutup dengan sampah untuk menyamarkan gundukan tanah bekas galian. (Efendi)
