
detik9news.com – Sejarah mencatat bahwa pergerakan menuju Indonesia merdeka pada 1945 telah diawali jauh sebelumnya oleh para raja dan sultan Nusantara yang menjadi avant garde perjuangan kemerdekaan. Namun, dalam penafsiran sejarah, peran penting mereka seringkali hanya dilirik sebelah mata, bahkan nyaris diabaikan.
Sejak masa ekspansi politik dan kekuasaan Portugis pada abad ke-16 serta Belanda pada abad ke-17, para raja dan sultan Nusantara telah melakukan perlawanan sengit terhadap imperialisme dan kolonialisme. Basis perlawanan itu adalah tekad menjaga kedaulatan dan harga diri bangsa dari ketamakan penjajah yang datang hanya untuk menguras sumber daya dan kekayaan alam Indonesia.
Semangat perjuangan para raja-sultan inilah yang menginspirasi dan menumbuhkan gerakan nasional awal abad ke-20 hingga akhirnya mengantarkan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan pada 1945.
Pada momen bersejarah tersebut, para raja-sultan Nusantara dengan kebesaran jiwa menanggalkan mahkota kekuasaan mereka. Mereka mempercayakan wilayah kedaulatan, beserta kekayaan sumber daya alamnya, kepada negara Indonesia yang baru lahir.
Tujuan utama dari penyerahan kekuasaan dan kedaulatan itu adalah terbentuknya sebuah negara kesatuan bernama Republik Indonesia, yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya mampu melindungi seluruh tanah air dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Presiden pertama RI sekaligus proklamator kemerdekaan, Soekarno, memahami sepenuhnya hakikat penyerahan mahkota dan kedaulatan pemerintahan para raja-sultan Nusantara tersebut. Hal itu tercermin dalam teks Proklamasi Kemerdekaan yang memuat kalimat:
“Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan secara saksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”
Kalimat ini memaknai peralihan dari sistem pemerintahan kerajaan ke sistem republik, termasuk pelimpahan bumi, air, dan seluruh kekayaan alam yang sebelumnya menjadi milik kerajaan dan kesultanan Nusantara kepada negara Indonesia.
Pelimpahan ini disertai perjanjian moral dan konstitusional bahwa kekayaan alam tersebut akan dikelola secara baik, bermoral, dan bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945:
“Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” (Efendi)